Anak-anak malang
kau belum cukup usia untuk mencari uang
jemarimu masih terlalu kecil untuk mencari penghidupan
Anak-anak malang
meski mentari menghanguskan kulitmu
meski derai hujan membasuh tubuhmu
kau tetap tegar berdiri
menyanyikan tembang jalanan
berjuang demi sesuap nasi
Anak-anak malang
pakaian kumal tanpa alas kaki
kurus kering kekurangan gizi
lihatlah, kedua tulang selangka mu
mengintip di balik kaos besarmu yang kusut itu
sudah cukuplah untuk menghinaku
Anak-anak malang
sebait kidung yang kau nyanyikan
meski tak berirama pun tak ber-rima
dengan tangan mungil yang kau ulurkan
meski kau tak katakan 'minta'
telah mampu melumpuhkan
hatiku untuk mengiba
Anak-anak malang
di balik tawamu yang pecah
bersama kawanan sebayamu
di balik gelak candamu yang nyaring
di tengah kota yang bising
di balik keceriaan yang kau tebar
ada setitik kepahitan yang kau sembunyikan
yang mungkin baru akan kau buka
sepuluh tahun lagi
saat ketika kau tau
ada yang salah dalam hidupmu
Anak-anak malang
tak ada yang patut disalahkan
tidak pada ibu yang telah melahirkan mu ke dunia ini
tidak pada bapak yang telah mengalihkan tanggung jawabnya
tidak pada garis hidupmu yang rumit dan tak berujung pangkal
tidak pula pada Tuhan yang kau merasa seakan Dia muak padamu
ketahuilah, anak-anak malang
terkadang kita memerlukan kematian
untuk mengerti arti kehidupan
dan mungkin kita juga memerlukan kepedihan untuk memahami makna kebahagiaan
yakinlah, anak-anak malang
Tuhan memberikan hujan dan badai
karena semata-mata ia ingin menganugerahkan sebuah pelangi padamu . .
[ditulis untuk anak jalanan yang biasa kutemui di perempatan jalan setiap pulang sekolah.
No comments:
Post a Comment